Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Budaya Tanam Padi yang Masih di Pertahankan Sampai Saat ini

Budaya Tanam Padi yang Masih di Pertahankan Sampai Saat ini-Kebudayann tidak lepas dari nenek moyang, tidak akan ada budaya saat ini kalau tidak di lestarikan dan di ciptakan oleh nenek moyang bangsa kita

Kebudayan tiap daerah memeliki adat istiadat yang berbeda-beda hal ini di pengaruhi oleh ras, agama, golongan dan geografi wilayah itu sendiri, sepeti halnya budaya orang Papua dan Jawa tentunya beda, hal ini melihat dari suku budaya dan lokasinya sudah jelas berbeda, jadi sudah jelas tiap suku memeliki budayanya masing-masing

kebiasaan-panen-di-desa-girimukti-cisewu-notes-asher
Sedang Panen Padi

Budaya di cipatakan atas dasar kepecayaan kepada sesuatau dan bahkan di angap sakral, apabila budaya sudah melekat dalam satu suku, maka budaya itu akan di peliahara oelah suku tesebut selama-lamanya selama budaya itu di percaya, dan terlebih lagi kalau di tinggalkan memeberi efek tertentu yang akan menimpa

Budaya akan terus di pelihara apabila memberi manfaat untuk orang yang memelihara budaya tersebut, dan selain itu budaya menandakan identitas suatu suku dan lingkungan
Nah seperti halnya di Desa Girimukti Kecamatan Cisewu ada budaya leluhur mengenai saat nanam dan panen padi, dan sepertinya untuk di tatar sunda kebudayan ini sudah menjadi budaya yang umum, bukan saja di desa Girimukti

Baca Juga:SITU CILEUNCA TEMPAT ASYIK UNTUK SWAFOTO DI JEMBATAN CINTA DAN MENIKMATI HAMPARAN RUMPUT HIJAU

Lahirnya budaya tersebut bukan tidak mungkin nenek moyang bangsa sunda sudah mempraktikanya ratusan tahun, dan menjadi darah daging suku sunda pada umumnya
Dan uniknya lagi tidak lekang dengan jaman dan terus di pertahankan sampai saat ini walau jaman sudah modern

#Mitemeyan


sajian-saat-sukuran-bers-panen-notes-asher
Sajian makanan saat sudah dan sebelum Panen Padi
Tidak banyak orang tahu apa itu  mitemeyan? Mungkin kamu khususnya yang tinggal di perkoataan tidak tahu apa mitemeyan, yekan?Untuk orang sunda pada umumnya  istilah mitemeyan mungkin tidak asing lagi terelebih yang bermukim di pedesaan yang mayorita bertani padi

Mitemeyan adalah istilah membaca doa/mantra sebelum padi di panen, mitemeyan di lakukan oleh kepala keluarga/pupuhu adat kampung dan di laksanakan di sawah sebelum padi di panen masal, tempat untuk mitemeyan adalah pupuhunan

Saat akan di lakukan mitemeyan perlu tersedia sesaji di pupuhunan di situ di tersedia beragam jenis makananan dan rujakan seperti kupat, bubur merah dan putih, rujak asem jawa, rujak kelapa, sepotong kelapa dan sebutir telur masak yang di taro di atas nasi yang di bentuk segitiga, (sunda: puncak manik) sudah terkumpul semua dan di lanjut dengan membaca doa khusus  ritual mitemeyan dan doanya di turunkan secara turun temurun dan yang saya tahu adalah bahas sunda namun buhun,  sambil bakar kemenyan dan  tidak lupa si kepala orang mitemeyan di tutupi kain putih (kain kapan ukura 30x 30 cm) dan pada umumnya mitemeyan di lakukan di pagi buta sebelum matahari muncul
Nah kenapa itu pantrang kena sinar matahari? Entahlah wkwkwk

#Mengusir Hama dengan Mantra/Doa 


Saya lihat sudah jarang orang yang mempercayai mengusir hama dengan mantar/doa, namun di desa kami  masih  ada sebagian orang yang mempercayainya, seperti saat padi terkena hama wereng putih, hama wereng hitam, maka alternatifnya si pemilik meminta doa kepada orang yagn di anggap bisa, dengan memberi doa ke dalam air 1 ember dan nantinya di siramkan di pupuhunan (tempat mitemeyan) dan ini di percaya akan mengusir hama wereng dengan mudah, namun  pada kenyatannya ada yang berhasil ada yang gagal

#Rasulan Selesai  Panen Padi


Padi sudah selesai di panen, sudah masuk leuit (tempat penyimpanan padi) atau padi selesai di jual, maka si pemilik akan mengadakan sukuran kembali sebgaimana rasulan akan panen,  sebagai ungkapan tanda terima kasih kepada tuhan yang maha esa atas  hasil yang di dapat dengan hasil yang melimpah,

Saat sukuran membuat aneka ragam sajian  seperti tumpeng ayam/telur, rujak asem jawa, rujak roti, rujak bunga kemangi, bubur putih dan merah, tumpeng, dan anekan makan seperti kue, tape ketan/singkong, bugis, opak, ali-ali dll

Nah sudah semua tersaji lalu di kepala keluarga/ pupuhi kampung akan mendoakan mantra-manta khusus di barengi bakar kemenyan, dan dihadiri oleh semua anggota keluarga/tetangga, dan setelah selesai  doa, selanjutnya  makan-makan bersama, dan untuk sebagian tumpeng di bagiakan kepada  tetangga atau saudara dekat

#Rasulan Sebelum Panen Padi


Rasulan sebelum dan sesudah panen memang menjadi kewajiban di desa kami dan hal ini mayoritas masyarakat di desa kami masih memelihara budaya tersebut

Bikin tumpeng dan membut beragam sajian untuk di do’akan sudah menjadi kebiasaan  dan hal yang wajib di lakukan, dan tidak luput membuat aneka ragam makanan  seperti bikin tumpeng, rujak kelapa, asem jawa, kupat, bubur merah dan putih, rujak roti,  dan kalau sudah lengkap di doakan sebagai upaya memanjakatkan harapan dan doa kepada Tuhan yang Maha Esa

#Menghitung hari waktu panen untuk mendapatkan hasil yang melimpah


Saat padi sudah menguning dan siap panen tidak semata-mata langsung di panen begitu, tapi perlu di hitung terlebih dahulu untuk mencari hari yang cocok,  karena kami percaya di tanggal yang bagus dan hari yang bagus akan mendapatakan hasil panen yang melimpah dan barkokah

dan itu memang ada bukunya untuk menghitung dan tidak semua orang bisa namun hanya sebagian orang seperti sesepuh kampung/ketua adat kampung

Misalnya hari Senin kaliwon tidak cocok untuk panen, sebab  nantinya hasil panen akan kurang melimpah dan sebaiknya selasa legi,  hal ini di sesuaikan dengan weton (hari lahir) dan tiap orang memeliki tangal dan hari kebereuntungan beda-beda (wallahu allam)

Dan pada umumnya orang yang tidak mengetahui hitung-hitungan perimbon menanyakan kepada ketua adat kampung (sesepuh)

Makanya walapun padi masih kurang  matang tapi ada hari dan tanggal yang di anggap hoki untuk mitemeyan, maka akan di pitemeyan sesegera, masalah kapan-kapannya panen itu tidak masalah yang penting jangan terlalu lama tidak lebih dari 2 minggu


#Ngaruat Sawah


Namanya memang sedikit aneh, isitilah ngaruat adalah memotong hewan di mata air/ di sawah kalau orang sunda istialh dengan hulu wotan (mata air)

Tempat memotong hewan di di laksanak di  sawah yang pertama kali kena air, di situ di kubur darah hewan itu dan mesti hewan kaki empat

Kapan waktunyanya ngaruat saawah? biasanya saat sudah selesai panen  sebelum di cangkul untuk tanam berikutnya

Hewan yang di potong memilih hewan domba atau kambing yang sudah tua tujuannya hewan lebih dewasa, darah hewan di kubur di sawah dan dagingya di konsumsi, di laksanakan tidak tiap tahun bisa setahun sekali bisa lebih sering tergantung keinginan pemilik sawah,

Apakah ini wajib? Tidak pulak, ini sebagai ritual adat jaman nenek moyang masih di jaga sampai saat ini

Tujuannya adalah agar sawah mendapat hasil yang melimpah dan tanah tidak muda longsor, dan selain itu sebgai sesaji untuk karuhun (roh) yang mendiami sawah tersebut

Oke itu ya mengenai  budaya yang ada di desa kami dan sampai saat ini masih di pertahankan dengan baik

Dan saya ingatkan mungkin untuk sebagian orang mengaggap ini musyrik, terlepas musryik atau tidak tergantung asumsi anda, dan yang jelas  ini sudah menjadi budaya nenek moyang leluhur di Desa kami

*) Featured Images :Instagram @nanangsufism

** Happy nice day