Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Budaya leluhur yang sudah mulai di tinggalkan di Girimukti

Budaya tidak lepas dari kehidupana yang mana ada kehidupan ada budaya,  budaya tidak serta merta muncul begitu saja akan tetapi ada cikal bakal dari nenek moyang terdahulu

lairnya budaya bisa lahir karena asimilasi penduduk, ritual kebudayaan, agama, ras dll

budaya -yang-ditinggalkan-di-girimukti-cisewu

Yang di sebut dengan budaya leluhur adalah budaya dari nenek moyang, yang dilakukan secara turun temurun tiap generasi, dan uniknya kadang budaya apabila budaya tersebut di tinggalkan akan terjadi bencana misalnya di Pantai Selatan Jabar setiap tanggal 10 suro harus memotong kerbau lalu di kepala kerbau tersebut di larung ke laut bersama tumpeng dan sesaji (sesajen), yang mana tujuan ini adalah sebagai persembahan ke pada leluhur dan apabila di tinggalkan akan terjadi bencana, hasil melaut seret, terjadi bencana kepada pelaut, kapal tenggelam, angin, dan kejadian marabahaya lainnya (wallahu allam)

Baca Juga: Save Sebelum traveling ke Hutan

Nah budaya tersebut khusunya di Indonesia lajim kita temui dan pastinya tiap daerah memeliki adat kebiasaan masing-masing terlebih di Indonesia terdiri dari ratusan suku, budaya dan ras dan suda pasti kebudayaannya pun berbeda-beda di tambah lagi dulu kala bekas dari puluhan kerajaan Hindu yang bercokol di Indonesia

nah terlepas dari hal tersebut kita tidak boleh munafik dalam menyikapi hal ini, karena perlu kita tahu adalah dimana bumi di pijak langit di junjung, jadi kita harus saling menghormati dalam hal tersebut

untuk ini budaya di Girimukti yang sudah mulai di tinggalkan adalah

1. Ruwat lembur

Ruwat lembur adalah salah satu ritual yang di laksanakan di bulan Mulud di pertengahan bulan di tanggal 14 dan 15 mulud, yang mana rituall ini adalah bertujuan untuk menjaga dari marabahaya seperti penyakit, bencana alam, dan kegiatan ini di pimpin oleh  pupuhu lembur (sunda: kokolot) dan di hadiri oleh seluruh warga kampung

ritual ini adalah ketua kampung membuat tumpeng, lalu tumpeng yang sudah di ritualkan semua warga harus memakannya walau hanya sedikit dan tidak terkecuali anak-anak dan lansia

nah ritula ini lambat laun kian tahun kian di tinggalkan mungkin hal ini sudah banyak orang yag mengaggap musrik dll..

dan hal lain yang membuat ritual ini mulai hilang adalah tergerus jaman seperti kurang pecaya kepada hal mistik, social, agama dll, dan selain itu adalah para pupuhu kampung sudah tiada, jadi secara tidak langsung budaya tersebut mulai menghilang

2. Mitemeyan ada puncak manik

termasuk nenek moyang saya pernah atau sering melaksanakan ritua ini yang mana tiap kali  hendak panen di sawah pasti melakukan mitemeyan dan menggunakan puncak manik,

puncak manik adalah di buat dari telur dan nasi ketan, di buat kerucut mirip tumpeng yang mana bagian puncak kerucut memakai telur rebus ayam kampung lalu di bungkus dengan daun pisang dan di beri doa khusus

tujuan ini adalah sebagai ritual tanda terima kasih kepada tuhan yang maha esa dengan harapan hasil panen yang melimpah

sayang seribu sayang kebiasaan ini sudah mulai di tinggalkan oleh para generasi penerusnya, akan tetapi untuk doa mungkin masih banyak yang menggunakannya

3. Rujakan ke tempat beras (sunda:padaringan)

saya dulu sempat heran, lho kenapa sih ke tempat simpan beras mesti harus rujakan? nah seiring dengan waktu, eh ternyata rujakan ke tempat beras alias padaringan adalah untuk memberi makan dewi Sri (dewi padi)

dewi sri itu siapa? nah dewi sri menuuru adat istiadat masyarakat Jawa adalah dewi yang menjaga padi, jadi kita memberi makan beliau agar beras yang kita makan bisa bermanfaat dan hasil yang melimpah tiap kali panen?

nah apakah di daerah kamu masih ada kebiasan seperti ini? atau mungkin beda? boleh kamu nulis di kolom komentar ya

** Happy nice day